Rambutnya yang hitam panjang selalu di jepitnya di belakang kepalanya dan itu terlihat sangat sexy. Orangnya sangat tenang dan ramah terhadap orang orang di sekitar nya. Kalau sedang dirumah Bu Marta paling sering memakai daster yang tipis sehingga bentuk tubuhnya menggodaku agar terus melihatnya terutama pada bagian tubuh semok nya. Buah dadanya yang besar itu juga sering ku lihat terkadang tanpa di tutupi BH sehingga nampak menggantung bergoyang-goyang saat badannya menunduk membersihka tanamannya di halaman rumah nya.
Satu hari ketika itu aku kerja mendapatkan bagian sip siang jadi agak santai. Setelah aku membeli koran dan kembali ke kamar untuk membacanya, pintu kamar ku biarkan saja terbuka ya supaya gak gerah sih maksut ku. Beberapa saat kemudian ku lihat ibu kost berjalan ke arah kamar mandi sambil membawa handuk, rupanya dia mau mandi.
“Koq belum berangkat Ben,” tanyanya kepadaku.
“Iya bu, hari ini masuk siang,” jawabku.
“Wah enak dong bisa santai..” kata Bu Marta lagi sambil tersenyum dan meneruskan langkahnya menuju kamar mandi.
Dari kamar mandi aku mendengar Bu Marta bersenandung kecil dengan suara bunyi air. Saat itu pikiranku langsung ngeres dengan membayangkan tubuh Bu Marta yang telanjang dan itu membuat tanpa sadar batang kemaluanku mulai mengeras. Lalu timbulah keinginanku untuk mengintipnya.
Sesegera mungkin kututup pintu kamarku dan dengan sangat berhati-hati aku mencari celah sambungan papan antara kamarku dengan kamar mandi. Ternyata ada sedikit lubang tipis yang karena catnya sudah hancur, celah itu tepat agak dibawah dekat bak mandi. Dengan hati senang, aku intip Bu Marta, tampak dia telanjang bulat, badannya masih bahenol untuk ukuran usianya. Payudaranya sudah agak turun tapi besar dan terlihat sanggat menantang, sedangkan kemaluannya ditutupi bulu cukup lebat.
Aku melihat dia menyabuni dua gunungnya agak lama, lalu dia permainkan putingnya dengan jari-jari tangan kanannya, sedangkan tangan yang satu lagi menyabuni memeknya, jari tengahnya sesekali dia masukan sedangkan matanya tampak terpenjam mungkin sedang menikmati. gerakannya itu kulihat seperti orang bersetubuh.
Setelah itu Bu Marta menghentikan kegiatannya lalu berjongkok tepat menghadapku untuk mencuci BH dan celana dalamnya sehingga dapat kulihat memeknya dengan jelas. Hal itu membuat penisku langsung berdiri tegap dan aku pun mulai gelisah , lalu kumainkan dengan tangaku tak kuperdulikan lagi kemungkinan seandainya Bu Marta mengetahui apa yang aku lakukan. Semakin lama nafsu ku semakin tidak terkendali, kepalaku sudah tidak bisa berfikir jernih lagi, yang ada di kepalaku sekarang adalah bagaimana caranya bisa menikmati tubuh yang sedang aku lihat ini.
Pada akhirnya Bu Marta pun selesai mandi, setelah mengelap tubuhnya dengan handuk, dililitkannya handuk itu menutupi tubuhnya, sedangkan pakaiannya dimasukan ke dalam ember yang ada di dalam kamar mandi.
Aku pun langsung bersiap-siap dengan rencanaku. Ketika Bu Marta melewati kamarku cepat ku buka pintu kamarku dan tanpa berkata-kata lagi kupeluk butuh Bu Marta dari belakang sambil menarik handuk yang di pakai Bu Marta hingga akhirnya telanjang, tanganku langsung meremas buah dadanya.
“Aww, aduhh.. apa-apaan ini..” Bu Marta terkejut.
“Aduhh Ben, jangan Beni…” Bu Marta mencoba menghindar.
Aku tetap tidak perduli lagi, tangan kananku malah ku arahkan ke memeknya, ku masuk dan keluarkan lalu ku colok dengan jariku masuk ke dalamnya sambil ku ciumi lehernya dari belakang. Tubuh Bu Marta mencoba berontak agar lepas tapi aku tidak memberikan kesempatan dengan semakin mempererat pelukanku.
“Aduhh.. Ben ingat Ben.. ibu sudah tua Ben. Lepasin ibu Ben,” kata Bu Marta memohon.
“Gak bu, ibu masih seksi koqn kata ku kata ku dengan penuh nafsu, buktinya saya nafsu sama ibu.. Udah deh mendingan ibu nikmati aja lagian kan ibu sudah lama tidak beginian kan,” kataku sambil memaksa.
“Tapi ibu malu Ben, nanti kalau ada orang yang tahu gimana..?” tanya Bu Marta.
“Ya makanya, mending ibu nikmati saja, kalau begitu kan tidak ada yang bakal tahu,” balasku.
Akhirnya Bu Marta pun terdiam, tubuhnya tidak berusaha memberontak lagi aku pun semakin leluasa menjelajahi semua bagian tubuh Bu Marta, kadang ku elus-eluskan terkadang ku remas-remas seperti pada pantatnya yang besar dan montok itu. Menyadari sudah tidak ada penolakan dari Bu Marta, aku semakin bersemangat.
“Akhhh.. ssshhh, aaahhh, geli Ben,” Bu Marta mendesah pelan pertanda nafsu seksnya sudah bangkit.
Ku putar tubuhku menghadap Bu Marta, sambil tetap ku peluk, ku ciumi bibirnya dan lidahku kumasukan ke dalam mulutnya. Bu Marta ternyata mulai mengimbangiku, dia balas ciuman ku dengan ketat, aku dan Bu Marta bergantian saling menghisap bibir dan lidah. Sambil begitu ku tuntun tangan Bu Marta ke kemaluanku dan ku selipkan tangannya ke dalam celana pendek yang ku pakai.
Tanpa ku minta Bu Marta menarik ke bawah celanaku hingga kemaluan ku bebas mengacung. Digenggamnya penisku, dengan jempolnya ke kepala penisku dielus-elusnya kemudian dikocoknya. Buah zakarku pun tidak luput di jamahnya dengan meremasnya pelan, sesekali jarinya terasa menelusuri belahan pantatku melewati anus, sensasi seks yang kurasakan benar-benar lain.
Sementara itu, leher Bu Marta ku ciumi lalu turun ke bagian dadanya. Buah dadanya yang besar itu kuciumi, kuremas-remas, kusedot-sedot dan ku jilati sepuasnya sedangkan pada putingnya selain ku jilat, aku hisapi seperti bayi yang sedang menetek pada ibunya, ternyata membuat Bu Marta semakin hot. Tangannya mengacak-acak rambutku dan terkadang menekan kepalaku ke payudaranya.
“Aduhhh… ahhh… shhh.. terus Ben, ahhhh..”
Dengan posisi tubuh Bu Marta yang tetap berdiri, aku menurunkan badanku, kuarahkan mulutku ke selangkangannya, Bu Marta ternyata tau apa yang akan kulakukan, di bukanya kedua kakinya lebar sehingga sedikit mengangkang yang membuatku lebih leluasa menciumi memeknya.
Aku mainkan lidahku di bibir memek Bu Marta, itilnya aku jepit dengan bibirku sebelum kuhisap-hisap. Tidak ketinggalan jariku pun ku colokan masuk ke dalam memek Bu Marta.
Apa yang ku lakukan itu membuat Bu Marta semakin horny dengan mulutnya yang tak berhenti berdesah-desah.
“Ahhh… Awww.. yahhh… shh… terus Ben…”
Begitu nafsunya aku dan Bu Marta bercinta, hingga aku dan Bu Marta sudah tidak perduli lagi kalau waktu itu kami bermain di udara terbuka di belakang rumah Bu Marta. Tapi akhirnya kekhawatiranku muncul juga. Ku hentikan sejenak aktifitasku.
“Bu sebentar yah, aku mau mengunci pintu dulu, takut ada yang datang,” kataku sambil beranjak.
“Ohh iya. untung kamu ingat, tapi cepat ya Ben, ibu sudah ngak tahan neh,” jawabnya nakal. Aku pun tersenyum, sambil berlalu kuremas dulu dada Bu Marta.
Bisa dibilang jarak ke pintu hanya beberapa meter saja, berhubung aku dan Bu Marta sedang dinaungi rasa nikmat hingga tidak mau kehilangan waktu sedetik pun. Setelah menuntup pintu aku kembali, penisnya terayun-ayun waktu berjalan karena celana dalam ku terlepas meskipun aku masih memakai baju.
“Kalau pagar depan dikunci ngak Bu? tanyaku ketika sudah dekat Bu Marta.
“Dikunci koq, dari pagi Ibu belum membukanya,” jawab Bu Marta sambil merangkul tubuhku ke pelukannya.
“Ben kita pindah ke kamar yuk,” kata Bu Marta.
“Disini aja ya Bu, cari suasana lain, pasti Ibu belum pernah ngentot di sini kan sama bapak dulu.”
“Ah,, kamu ini ada-ada aja,” jawab Bu Marta sambil membuka bajuku.
Aku dan Bu Marta kembali berpelukan di atas kursi yang ku tarik dari kamar depanku, tubuh Bu Marta ku pangku di atas pahaku, Bu Marta semakin aktif menciumi ku, pentilku pun di hisap dan di jilatinya sedangkan tanganku mulai aktif mencari memeknya yang semakin basah.
Bu Marta kemudian berdiri lalu jongkok di hadapanku, di langsung memasukan mulutnya ke penisku, di hisap-hisapkannya dengan menggerakan kepalanya maju mundur, kemudian kedua telur kecil ku juga di hisapnya. Gerakan lidah Bu Marta benar-benar membuatku mabuk kepayang.
“Ahh, enak Bu..,” erangku penuh nafsu.
Tanganku juga ku arahkan ke buah dadanya yang menggantung bergoyang-goyang, sesekali ku remas rambutnya dan ku tekan kepalanya agar semakin dalam mulutnya menghisap penisku. Bu Marta lalu menghentikan hisapannya pada penisku.
“Ben, ayok penismu masukin sekarang, memek Ibu sudah pengen banget dimasukin penismu itu,” pintanya sambil membaringkan tubuhnya di atas tikar dengan kedua kakinya dilebarkan.
Tanpa basa-basi lagi, aku menyusul Bu Marta dan ku kangkangi tubuhnya dari atas, Bu Marta meraih penisku lalu di arahkannya ke lubang memeknya. Setelah pas lalu ku tekan pelan-pelan hingga penisku masuk semuanya dalam memek Bu Marta, ku tarik dan ku masukan lagi dengan gerakan semakin cepat. Mulut Bu Marta terus berdesah menahan nikmat. Tubuh Bu Marta terhentak karena dorongan tubuhku, buah dadanya yang bergerak-gerak indah ku remas penuh nafsu, sambil terus bergerak aku dan Bu Marta berpelukan erat, mulutku dan mulutnya saling hisap.
Bu Marta lalu memintaku berganti posisi di atas, aku pun berbaring dan Bu Marta duduk di atas selangkanganku setelah penisku di masukannya ke dalam memeknya. Bu Marta bergoyang-goyangkan pantatnya, terasa seperti memeknya membelit penisku. Dari bawah buah dada Bu Marta tampak lebih indah menggantung bergoyang-goyang.
Aku dan Bu Marta kembali ke posisi semula, gerakan aku dan Bu Marta semakin liar saja. Tusukan penisku semakin cepat dan diimbangi dengan gerakan pantat Bu Marta yang kadang bergoyang ke kira dan ke kanan, kadang juga ke atas dan ke bawah semakin panasnya permainan seks yang aku lakukan dengan Bu Marta. Hingga akhirnya ku rasakan cairan spermaku segera keluar.
“Bu aku mau keluar,,,” desahku.
“Ibu juga mau keluar Ben,” erangnya.
Aku dan Bu Marta saling berpelukan dengan ketat, bibirku dan bibir Bu Marta saling hisap dengan erat dan spermaku pun menyemprot di dalam memek Bu Marta.
Beberapa saat aku dan Bu Marta saling diam menikmati sisa-sisa kenikmatan. Sambil berbaring di atas tikar di bawah pohon rambutan yang rindang dengan tubuh sama-sama telanjang aku dan Bu Marta melepas lelah sambil ngobrol dan bercanda. Tanganku mempermainkan buah dada Bu Marta, entah kenapa aku suka sekali dengan buah dada Bu Marta itu.
Aku dan Bu Marta lalu pergi membersihkan badan di kamar mandi, saling gosok dan sambil meremas hingga gairah ku dan gairah Bu Marta kembali bangkit, aku dan Bu Marta kembali bersetubuh di kamar mandi sampai puas.
Wanita seusia Bu Marta memang sangat berpengalaman dalam memuaskan pasangannya, mereka tidak egois dalam menyalurkan gairah seksnya, bahkan yang kurasakan Bu Marta cenderung memanjakanku agar dapat kenikmatan yang setinggi-tingginya. Maka karena itulah aku pun merasa di tuntut untuk bisa mengimbanginya.
Gairahku kepada Bu Marta entah kenapa selalu menyala, maunya setiap hari aku bisa menggaulinya, dan ternyata Bu Marta pun demikian. Hal ini ku dengar sendiri ketika aku mengajaknya untuk bersetubuh padahal ketika itu teman kostku sedang ada di kamarnya.
Saat Bu Marta sedang mencuci piring ku dekap dia dari belakang, tapi dengan halus Bu Marta menolaknya.
“Jangan sekarang Ben, nanti temanmu tahu,” kata Bu Marta.
“Tapi Bu, aku sudah ngak tahan..” sanggahku.
“Ibu juga sama, malahan ibu pengennya setiap hari begituan sama kamu.”
Akhirnya aku mengalah dan kembali ke kamarku dengan kepala penuh hasrat yang tidak terlampiaskan. Sudah lebih dari 4 hari hasratku tidak tersalurkan, aku dan Bu Marta hanya bisa saling bertukar kode tanpa bisa berbuat lebih, hingga pada suatu sore, mendadak temanku mau pulang ke kampungnya setelah dapat telepon ibunya sakit. Setelah temanku pergi ku kunci pintu lalu segera aku mencari Bu Marta. Di dalam rumah tampak Bu Marta baru keluar dari kamarnya.
Bu Marta ketika itu memakai baju berkeruudung seperti Bu Marta mau pergi mengaji.
“Mau ke mana Bu? tanyaku mendekatinya.
“Ibu mau pergi ngaji dulu Ben,” jawab Bu Marta.
“Bu, ayok dong, sudah lama nih..,” bujuku.
“Nanti aja ya Ben, Ibu cuma sebentar saja koq ngajinya.”
“Ayo lah Bu sebentar saja..,” paksaku sambil ku peluk Bu Marta.
Tanganku segera aja menjalar ke balik baju Bu Marta yang gombrong. Buah dada Bu Marta yang besar selama beberapa hari ini ku rindukan, jadi mainanku.
“Dasar kamu nakal banget,, tapi sebentar saja ya,” ucap Bu Marta sambil pasrah.
Ternyata Bu Marta sudah panas, ciuman bibirku segera di balasnya dengan begelora. Meskipun saat ini Bu Marta memakai keruudung tidak menghalangi aku dan Bu Marta untuk saling berbagi kenikmatan malahan aku merasa ada nuansa yang lain kian membuat gairah bercintaku menjadi-jadi dan permintaan Bu Marta melepaskan kerudungnya pun ku larang.
“Ben, kerudungnya Ibu lepaskan dulu yah,” tanya Bu Marta.
“Jangan Bu, biarin saja, saya semakin bernafsu melihat Ibu pakai kerudung..” larangku.
“Ahh, kamu ini ada-ada saja.”
Sambil terus berciuman Bu Marta melepas BHnya, lalu bajunya ku angkat ke atas dan ku sorongkan wajahku menjamah buah dadanya. Ku ciumi dan ku jilati sepuas-puasnya. Bu Marta merengek kecil sambil tangannya mengerumasi rambutku.
“Ahh,, shhhh,,, ahhh..” suara Bu Marta pelan.
Tangan Bu Marta menarik celanaku hingga penisku yang sudah keras itu mengacung bebas, lalu di permainkannya penisku dengan meremas-remasnya. Kain bawahan yang di pakai Bu Marta ku angkat dan ku gulungkan di pinggangnya, lalu pantatnya ku remas-remas ku tarik celana dalamnya.
“Ben, ayo cepat masukin…” pinta Bu Marta.
“Iya Bu, disini aja ya bu,” jawabku sambil membimbing tubuh Bu Marta ke kursi panjang yang ada di ruang tamu.
“Tapi nanti kalau ada orang gimana Ben?” tanya Bu Marta khawatir.
“Tenang saja bu, kan kita ngak telanjang.”
“Ben, Ibu di atas yah,” Bu Marta meminta posisi di atas.
Aku pun mengiyakan kemauan Bu Marta, ku dudukan tubuhku di atas kursi panjang dengan posisi agak berbaring, selanjutnya Bu Marta menempatkan tubuhnya di atasku, dengan kedua kaki melipat sejajar dengan pahaku, lalu Bu Marta menurunkan tubuhnya dan mengarahkan memeknya ke penisku. Penisku di pegangnya agar pas dengan lubang memeknya.
Setelah itu Bu Marta menekan tubuhnya hingga penisku masuk ke dalam memeknya sampai dasar lalu di putar-putar dengan gerakan semakin cepat. Buah dada Bu Marta yang besar bergoyang keras mengikuti gerakan tubuh Bu Marta yang semakin liar itu segera ku sosor dengan mulutku, ku ciumi dan ku hisapi hingga meninggalkan tanda merah, sementara tanganku meremas-meremas pantatnya.
Biarpun Bu Marta tidak melepaskan pakaian dan kerudungnya persetubuhan aku dan Bu Marta tetap dahsyat malah semakin membuatku bernafsu. Ku imbangi gerakan Bu Marta dengan menghentakan pantatku ke atas apabila Bu Marta menekan ke bawah hingga aku merasakan penisku seperti menghujam ke dalam memek Bu Marta, hal itu membuatnya semakin terhempas dalam kenikmatan.
“Akhhh.. akhhh.. mmhhh…” mulut Bu Marta tidak berhenti mendesah.
“Ayo Ben, terus masukan lebih dalam lagi..” katanya di sela-sela desahan.
Setelah beberapa saat aku dan Bu Marta saling menggenjot dengan posisi Bu Marta tetap di atas, kurasakan spermaku mau keluar.
“Bu, aku mau keluar..” erangku.
“Ibu juga Ben, mau keluar.. akhhh..” balas Bu Marta.
Gerakan tubuhku dan tubuh Bu Marta sudah tidak beraturan lagi, aku dan Bu Marta semakin liar menjelang klimaks. Tubuhku dan tubuh Bu Marta saling berpelukan erat, bibir ku dan bibir Bu Marta saling hisap, hingga akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Marta sama-sama mengejang, spermaku pun tumpah di dalam memek Bu Marta. Aku dan Bu Marta bersama-sama menikmati puncak permainan seks yang bergelora walaupun tidak begitu lama.
Aku dan Bu Marta sama-sama terdiam dengan masih berpelukan menikmati sisa-sisa gairah. Setelah keadaan dirasa normal Bu Marta mengangkat tubuhnya lalu berdiri, baru tampak olehku kalau pakaian dan kerudung yang dipakai Bu Marta begitu acak-acakan akibat pertemuparan tadi.
“Sudah ya Ben, Ibu mau berangkat,” kata Bu Marta sambil beranjak menuju kamar mandi.
Aku lalu mengikutinya dan sama-sama masuk kamar mandi untuk membersihkan cairan sisa pertempuran. Sambil saling bercanda aku dan Bu Marta saling tuduh.
“Gara-gara ini nih Ibu jadi terlambat,,” kata Bu Marta sambil meremas pelan penisku yang mulai layu.
Aku hanya tersenyum mendengar gurauan Bu Marta. Setelah dirasa bersih aku dan Bu Marta keluar dari kamar mandi, aku masuk ke dalam kamarku sedangkan Bu Marta berjalan ke dalam rumah. Ku ganti kaos dan celanaku lalu aku duduk di depan kemarku sambil merokok dan baca koran. Dari dalam terlihat Bu Marta berjalan ke arahku dia sekarang sudah rapi kembali.
“Ben, ibu berangkat ngaji dulu yah..kalau mau istirahat jangan lupa pintu depan kunci dulu,” kata Bu Marta.
“Iya bu,” jawabku sambil berdiri dan berjalan mengikuti Bu Marta, iseng dari belakang ku remas pantat Bu Marta yang bergoyang-goyang. Bu Marta hanya berkata manja.
“Ben, akhh nakal kamu, belum puas ya..?”
“Ngak tahu nih bu, kalau ngelihat Ibu bawaannya jadi nafsu saja,”
Cerita Sex- Ibu kos Sexy Kuperkosa Malah Ketagihan
Setelah menutup pintu aku kembali ke kamar untuk tidur. Malamnya aku dan Bu Marta nonton TV berdua di rumahnya, kami hanya ngobrol dan bercanda saja, tak enak juga mengajak Bu Marta bersetubuh lagi kasih sepertinya dia kecapean. Ketika aku mau kembali ke kamar telepon Bu Marta berbunyi yang ternyata dari cucunya Bu Marta yang mengatakan bahwa besok siang mau berkunjung. Wah alamat gairahku bisa tidak tersalurkan lagi nih, kataku dalam hati.
Jam setengah tujuh pagi aku bangun dan langsung bergegas ke kamar mandi, saat berjalan ke kamar mandi ku lihat Bu Marta sedang berada di dapur dengan hanya memakai daster tipis dan langsung membuat gairahku naik. Ketika mandi pikiranku tertuju terus ke Bu Marta, dan acara mandi pagi pun ku percepat. Pikirku kalau sekarang ngak bisa menikmati tubuh Bu Marta bisa gigit jari, soalnya cucu Bu Marta datang bisa berhari-hari mereka akan tinggal.
Aku segera mengganti kaos, sedangkan celana pendek tetap ku pakai biar praktis. Aku lalu mengendap-ngendap mendekati Bu Marta yang sedang berdiri di depan meja dapur dengan posisi membelakangiku. Setelah dekat dengan Bu Marta kepalaku langsung ku arahkan ke bawah pantat Bu Marta setelah terlebih dulu bagian bawah dasternya ku angkat dan langsung ku ciumi belahan pantat Bu Marta yang ternyata tidak memakai celana dalam.
“Aww.. apaan nih,,” teriak Bu Marta terkaget-kaget setelah tiba-tiba merasa ada sesuatu yang mendesak-desak pantatnya, tapi setelah tahu aku yang melakukannya Bu Marta pun tenang kembali.
“Iiihh, kamu ini ngapain sih, ngagetin Ibu aja, untung ibu ngak jantungan.”
Aku terus saja menciumi sekeliling pantat Bu Marta yang masih berwangi sabun, rupanya Bu Marta juga baru habis mandi. Dari balik dasternya, tangaku ku julurkan ke atas untuk meraih teteknya yang menggantung yang juga tidak memakai BH, setelah terpegang lalu ku remas-remas, sedangkan Bu Marta sejauh ini masih cuek saja dengan terus memilih sayuran.
“Ben, ibu sih sudah menebak kalau pagi ini kami pasti minta jatah sama Ibu,” kata Bu Marta.
“Memangnya kenapa bu? tanyaku dari dalam dasternya.
“Iya, kamu semalam dengar kan kalau cucu ibu mau datang. kasihan deh kami Ben bakal nganggur beberapa hari ini, he.. he.. hee.. hee,” jawab Bu Marta sambil tertawa sambil membayangkan penderitaanku nanti.
“Nasib-nasib..” sesalku. Bu Marta kembali tertawa mendengar ratapanku itu.
Sambil terus menciumi pantat Bu Marta, ku minta dia agar sedikit melebarkan kedua kakinya dan setelah kedua kakinya lebar mengangkang ku geser tubuhku sekami ke dalam lalu ku balikan badan dengan wajahku menghadap keatas pas di bawah memeknya.
Memek Bu Marta yang berbulu tebal itu lalu ku ciumi dan ku jilati, dan lubang memeknya ku masukan dengan jari tengahku sambil ku putar-putar di dalamnya. Bu Marta pun mengimbangi dengan menggoyang-goyangkan dan menekan-nekan pantatnya, sepertinya gairah Bu Marta pun mulau naik.
“Ben berhenti dulu sebentar,” mintanya.
Dan setelah aku menghentikan kegiatanku dengna masih tetap berdiri di tariknya kursi makan di sebelahku lalu diangkatnya satu kakinya dan di letakan di atas kursi, dengan posisi seperti itu memungkinkan aku bebas menjelajahi memeknya.
Memek Bu Marta kembali ku jelajahi dan tidak lama berselang kurasakan Bu Marta mengejang dengan kepala kini menumpu di atas meja satu tangannya menekan kepalaku tersuruh kian dalam ke memeknya.. lalu gerakan Bu Marta pun melemah kemudian terhenti, hanya terdengar nafasnya masih cepat.
Seiring dengna melemahnya gerakan Bu Marta, aku pun menghentikan permainan ku pada memek Bu Marta. Tanganku kini berpindah meremasi buah dada Bu Marta yang menggantung bergoyang-goyang karena kepala Bu Marta masih tergeletak di atas meja dan tubuhnya menjadi kondong ke depan. Mulutku ikut menyerbu buah dada Bu Marta dengan rakus ku ciumi, ku hisapi dan ku remas-remas.
Setelah merasa pulih, Bu Marta lalu bangkit dan aku pun kemudian duduk di atas kursi. Bu Marta lalu memelukku dari arah depan hingga kedua teteknya yang empuk menghimpitku karena saat itu aku masih duduk di kursi. Bu Marta menciumi kepalaku lalu ciumannya turun ke wajah, aku dan Bu Marta saling berbalas lidah.
Bu Marta lalu jongkok, di tariknya celana pendekku hingga penisku yang sudah keras itu mengacung. Di permainkannya penisku dengan mengocoknya lalu dimasukannya ke dalam mulutnya sambil dihisap-hisap.
Aku dan Bu Marta menuju ke menu utama permainan dengan menurunkan dasternya, Bu Marta lalu tengkurap diatas meja satu kakinya tetap menginjak lantai sedangkan yang satunya di angkat melintang di atas meja, menampilkan pemandangan erotis pada memeknya. Terlihat memeknya sedikit mendongkak. Segera ku arahkan penisku ke belahan memek Bu Marta, kemudian ku dorong hingga amblas dan ku tarik lagi dengan lebih cepat.
Tubuh Bu Marta terhempas terdorong oleh hentakanku, untung saja meja makan yang di jadikan tumpuan tubuh Bu Marta kuat, itupun sesekali beradu juga dengan dinding hingga menimbulkan suara berdegup.
Aku dan Bu Marta lalu berganti posisi dengan berbaring di lantai dapur. Bu Marta memiringkan tubuhnya, aku yang sudah jongkok di depannya segera mengangkat dan menahannya dengan pundak satu kaki Bu Marta hingga terpentang, lalu kuarahkan penisku ke memek Bu Marta yang tampak memerah itu dan kutusukan hingga dasar memek Bu Marta.
Ketika kurasakan saat-saat puncak sudah dekat, kusetubuhi Bu Marta dengan menindihnya dari atas, mulutku menciumi buah dada Bu Marta. Kedua kaki Bu Marta melingkar di pingganku hingga aku akhirnya klimaks, sprermaku tumpah di dalam memek Bu Marta. Aku dan Bu Marta berpelukan erat dengan bibir saling beradu sambil mengakhiri kepuasan.
Setelah itu aku dan Bu Marta segera bangkit karena khawatir kalau cucu Bu Marta datang, dan benar saja tidak lama setelah aku tidur-tiduran di kamarku terdengar cucu-cucu Bu Marta datang. Ternyata cucu Bu Marta tinggal lama karena sekolahnya sedang libur panjang, tinggal aku yang sengsara menahan gairah sama Bu Marta yang tidak dapat tersalurkan.
Akhirnya aku tidak tahan lagi, suatu sore ketika Bu Marta hendak mandi dan cucunya sedang main di depan, ku hentikan langkah Bu Marta di depan kamarku dengan berpura-pura ngobrol aku utarakan hasratku pada Bu Marta.
“Bu, saya sudah ngak tahan lagi nih,,” ucapku pada Bu Marta.
“Sabar dong Ben, kamu kan tahu sendiri cucuku, ibu juga sama, sudah kepengen, tapi yang gimana,” jawab Bu Marta.
“Tuh ibu juga sama, sudah kepengen kan ayolah Bu, sebentar saja,” desakku.
“Iya sih, tapi ngak ada kesempatannya, cucu ibu itu lho, maunya sama ibu terus..”
“Bu, gimana kalau nanti malam, setelah cucu ibu tidur, ibu pura-pura sakit perut atau setelah semua tidur ibu nanti ke sini.”
“Terus kalau pas kita lagi begitu ada yang ke kamar mandi gimana?” kata Bu Marta khawatir.
“Kitakan begituannya tidak di kamar mandi.”
“Habis dimana?.. di kamarmu?” tanya Bu Marta lagi.
“Ya ngak lah itu sih resikonya sama, di situ aja tuh, tempatnya kan gelap, orang ngak akan melihat kita, lagian kalau ada orang rumah yang keluar kita bisa segera tahu,” kataku sambil menunjuk tempat dekat pohon belimbing di depan gudang yang gelap kalau malam.
“Ya sudah deh kalau begitu, nanti malam ibu coba kesini, sudah ya nanti ada yang lihat,” jawab Bu Marta sambil tersenyum.
Saat Bu Marta berjalan, aku sempatkan meremas pantatnya setelah melihat keadaan di dalam rumah Bu Marta sepi. Bu Marta hanya merintih pelan sambil terus berjalan ke kamar mandi.
Untuk semakin mematangkan rencana, dari sehabis sholat aku berpura-pura tidur dan lampu kamarku pun kumatikan. Menjelang tengah malam sekitar jam sebelas aku dengan pintu belakang rumah Bu Marta di buka, segera ku intip dari celah jendela, dan seperti yang ku harapkan terlihat memang Bu Marta yang keluar.
Segera aku bangun dan keluar. Tanpa mengeluarkan kata, setelah menutup kembali pintu rumahnya dan melihatku keluar dari kamar, Bu Marta langsung menuju tempat yang telah direncanakan, aku menyusulnya sambil hati-hati.
Setelah berdekatan, aku dan Bu Marta langsung saling berpelukan sambil berciuman dengan panas, bibirku dan bibir Bu Marta saling balas dengan liar dan penuh nafsu untuk melepaskan hasrat yang tertunda. Tanganku dan tangan Bu Marta sama-sama sibuk saling merabah. Ku nyusupkan tanganku ke balik daster Bu Marta hingga bagian bawah daster Bu Marta ikut terangkat ketika tangaku mulai meremas ke belahan pantatnya lalu berpindah ke depan sambil merabah memeknya yang ternyata tidak bercelana dalam.
Bulu jembutnya yang lebat ku permainkan dulu dengan menarik-narik dengan pelan sebelum menjamah memeknya. Memek Bu Marta yang tembam itu lalu kupermainkan, itilnya kucubit-cubit halus, jariku lalu ku masukan ke belahan memek Bu Marta dan kuputar-putar di dalamnya. Sedangkan tangan Bu Marta segera mencari penisku yang sudah tegang di kocok-kocoknya perlahan batang penisku seperti sedang mengurut, kemudian berpindah meremas buah zakarku.
Karena situasinya tidak begitu kondusif aku dan Bu Marta tidak berlama-lama melakukan pemanasan, segera saja aku dan Bu Marta bersetubuh, dengan tetap berwaspada kalau ada orang rumah yang keluar.
Tubuh Bu Marta berdiri menyender di dinding dengan ujung daster bagian bawah di tariknya ke atas, satu kakinya naikan ke atas dan ku tahan dengan tanganku, tubuhku menghimpit tubuh Bu Marta ke dinding dan setelah dirasa posisinya pas mulai ku masukan penisku ke memek Bu Marta.
Biarpun dalam keadaan yang tidak begitu leluasa, aku dan Bu Marta saling berciuman dengan liar. Aku dan Bu Marta sama-sama penuh gairah dalam persetubuhan yang kami lakukan. Nafasku dan nafas Bu Marta saling memburu, dengan tetap menusuk-nusukan penisku tubuh Bu Marta sedikit ku angkat dengan tanganku yang sebelumnya meremas-remas bongkahan pantat Bu Marta.
Aku dan Bu Marta terus bergerak untuk saling berbagi kenikmatan dengan mulut yang tanpa mengeluarkan suara kutahan. Dengan cara seperti itu ternyata aku merasakan sensasi bersetubuh yang lain, yang tidak kalah nikmatnya dengan persetubuhan biasa. Aku dan Bu Marta menjadi lebih panas dan penuh gairah untuk segera menuntaskan permainan penuh nafsu ini.
Mukaku langsung ku arahkan di tengah-tengah payudara Bu Marta setelah Bu Marta membuka kancing dasternya, lalu ku permainkan buah dada Bu Marta dengan mulutku dengan menciumi dan menghisapinya dan pada putingnya seperti menyusui, hal itu membuat Bu Marta menahan kenikmatan.
Dan akhirnya dengan tanpa merubah posisi kami yang tetap berdiri aku dan Bu Marta sampai ke ujung klimaks, tubuhku dan tubuh Bu Marta semakin merapat, pantat Bu Marta bergoyang-goyang tak beraturan dengan semakin liar dan ku tancapkan penisku semakin kencang sedangkan bibirku dan bibir Bu Marta terus beradu dengan ganas saling melumat dan bertukar lidah, hingga pada akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Marta sama-sama mengejang menahan kenikmatan yang tiada tara itu, spermaku pun tumpah memenuhi rongga-rongga memek Bu Marta.
Komentar
Posting Komentar